Pengetahuan / Alam Semesta - Di Pulau Jawa, atau bahkan di sebagian besar wilayah Indonesia, beberapa hari terakhir udara terasa berbeda. Selimut dingin seperti enggan beranjak, memeluk erat setiap sudut, membuat jari-jari ingin terus menggenggam cangkir teh hangat. Udara pagi terasa menusuk, seolah ada pesan rahasia yang dibawa angin. Obrolan di berbagai grup WhatsApp pun tak luput dari topik ini: "Ada apa gerangan? Aphelion-kah ini?"
![]() |
Tumben Dingin Bener Ya? |
Mari kita menyingkap tirai fenomena ini, perlahan, seperti membuka lembaran buku cerita lama.
Ketika Bumi Menjauh, Sebuah Perjalanan Tahunan
Bayangkan Bumi kita sebagai seorang pengelana setia yang tak pernah lelah mengitari Matahari. Namun, perjalanannya bukanlah lingkaran sempurna yang mulus. Ia bergerak dalam sebuah elips, sebuah jalur lonjong yang kadang mendekat, kadang menjauh dari sang pusat tata surya.
Nah, ketika Bumi mencapai titik terjauhnya dari Matahari dalam perjalanan elips itu, kita menyebutnya Aphelion. Ini adalah momen tahunan yang rutin terjadi. Untuk tahun 2025 ini, tepatnya pada 4 Juli dini hari, Bumi memang berada pada jarak yang paling jauh dari Matahari—sekitar 152 juta kilometer! Jauh sekali, bukan?
Wajar jika kemudian muncul bisikan-bisikan, menghubungkan dinginnya udara dengan jarak yang membentang itu. Logisnya, kalau jauh, pasti dingin, kan? Tapi, di sinilah cerita menjadi lebih menarik.
![]() |
Bumi sedang Berjauhan dengan Matahari |
Rahasia Dingin Bukan pada Jarak, Melainkan pada Kemiringan dan Angin
Meskipun Bumi sedang "berjauhan" dengan Matahari saat Aphelion, jarak bukanlah pemeran utama di balik dinginnya suhu yang kita rasakan. Justru, bintang utama di balik fenomena ini adalah kemiringan sumbu rotasi Bumi kita yang istimewa.
Bayangkan Bumi sedang sedikit "miring" saat berputar. Kemiringan inilah yang menjadi arsitek di balik terjadinya musim-musim di berbagai belahan dunia. Saat ini, sebagian besar wilayah Indonesia (terutama di bagian selatan khatulistiwa seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara) sedang berada dalam musim kemarau.
Dan di sinilah peran pahlawan tak terduga lainnya muncul: angin muson timur.
Angin ini adalah duta dingin dari benua Australia. Saat kita menikmati musim kemarau yang cerah, Australia justru sedang merasakan puncak musim dinginnya. Angin yang bertiup dari sana membawa serta hawa dingin dan kering yang pekat, menyejukkan (atau membekukan) udara di sebagian besar wilayah Indonesia. Langit yang cerah tanpa banyak awan di musim kemarau juga memungkinkan panas Bumi lepas lebih cepat ke angkasa pada malam hari, membuat suhu semakin merosot menjelang subuh.
![]() |
Angin Dingin ini Rupanya Ya! |
Jadi, meskipun Aphelion adalah fakta astronomi yang menarik, dingin yang menyelimuti kita lebih merupakan bisikan dari angin muson dan tarian musim yang abadi. Ia adalah bagian dari siklus alamiah yang sudah kita kenal, bukan pertanda luar biasa dari semesta.
Nikmati Dinginnya, Tanpa Perlu Cemas
Fenomena Aphelion adalah bagian dari tarian kosmik Bumi yang teratur. Ia tidak berbahaya, tidak menyebabkan bencana alam, atau perubahan iklim yang drastis. Penurunan intensitas sinar matahari karena jarak memang ada, tapi efeknya terlalu kecil untuk membuat kita menggigil kedinginan di permukaan Bumi.
Jadi, teman-teman di seluruh Pulau Jawa dan Indonesia, selagi dingin masih menyapa, nikmatilah secangkir kopi atau teh hangat, balutan selimut tebal, dan keindahan langit malam yang biasanya semakin jernih di musim kemarau. Ini adalah pertanda bahwa alam sedang berada dalam fase musimannya, membawa serta kesejukan yang kadang kita rindukan.
Bagaimana, sudah lebih jelas sekarang tentang misteri dingin di tengah musim kemarau ini?